Bertakwalah Dimanapun Kau Berada
Bismillahir rahmanir rahim...........
Dari Abu Dzar Al Ghifari radhiallahu’anhu, ia berkata: ‘Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
اتق الله حيثما كنت ، وأتبع السيئة الحسنة تمحها، وخالق الناس بخلق حسن
Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada, dan hendaknya setelah melakukan kejelekan engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik‘” (HR. Ahmad 21354, Tirmidzi 1987, ia berkata: ‘hadits ini hasan shahih’)
Penjelasan Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah :
Hadits ini adalah hadits yang agung, di dalamnya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyebutkan hak-hak Allah dan hak-hak hamba. Hak Allah yang disebutkan adalah bertaqwa kepada-Nya dengan taqwa yang sejati. Yaitu menjaga diri dari murka dan adzab Allah, dengan menjauhi larangan-Nya dan menjalankan perintah-Nya.
Wasiat taqwa ini adalah wasiat dari Allah untuk hamba-Nya dari yang paling awal hingga akhir, ini juga merupakan wasiat para Rasul kepada kaumnya, mereka berkata:
اعبدوا الله واتقوه
“Sembahlah Allah saja dan bertaqwalah kepada-Nya”
Allah Ta’ala membahas masalah taqwa dalam firman-Nya:
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (QS. Al Baqarah: 177)
juga dalam firman-Nya:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS. Al Imran: 133)
kemudian Allah melanjutkan:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS. Al Imran: 134)
Allah Ta’ala mensifati orang-orang bertaqwa dengan iman yaitu pokok keimanan dan aqidahnya, dengan amal-amal zhahir dan amal-amal batin yang dilakukannya, juga dengan ibadah badan, ibadah maliyah (harta), kesabaran ketika mendapati dan menghadapi musibah. Juga dengan sifat pemaaf kepada orang lain, menghilangkan gangguan, berbuat baik kepada sesama. Juga dengan semangat untuk bertaubat ketika melakukan perbuatan maksiat atau berbuat zhalim kepada diri sendiri. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun memerintahkan dan mewasiatkan untuk konsisten dalam bertaqwa, dimana pun berada, kapan pun dan dalam keadaan apapun. Karena seorang hamba senantiasa sangat-sangat dituntut untuk bertaqwa, tidak ada satu kesempatan pun ia boleh melepaskan taqwa itu.
Lalu ketika seorang hamba tidak menunaikan dengan baik apa-apa yang menjadi hak dan kewajiban taqwa, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan untuk melakukan hal yang dapat membayar dan menghapus kesalahan itu. Yaitu melakukan kebaikan (al hasanah) atas keburukan yang telah ia lakukan.
Al hasanah adalah istilah yang mencakup segala hal yang mendekatkan diri hamba kepada Allah Ta’ala. Al hasanah yang paling utama yang dapat membayar sebuah kesalahan adalah taubat nasuha, disertai istighfar dan kembali kepada Allah. Dengan berdzikir kepada-Nya, mencintai-Nya, takut kepada-Nya, mengharap rahmat dan karunia-Nya setiap waktu. Dan diantara caranya adalah dengan membayar kafarah baik berupa harta atau amalan badaniyah yang telah ditentukan oleh syariat.
Selain itu, bentuk al hasanah yang dapat menebus kesalahan adalah sikap pemaaf kepada orang lain, berakhlak yang baik kepada sesama manusia, memberi solusi pada masalah mereka, memudahkan urusan-urusan mereka, mencegah bahaya dan kesulitan dari mereka. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk” (QS. Huud: 114)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
الصلوات الخمس، والجمعة إلى الجمعة، ورمضان إلى رمضان مكفرات لما بينهن ما اجتنبت الكبائر
“Shalat yang lima waktu, dari Jum’at ke Jum’at selanjutnya, dari Ramadhan ke Ramadhan selanjutnya, semua itu menghapus dosa diantara rentang waktu tersebut selama dosa besar dijauhi”
Dan betapa banyak nash yang menyebutkan bentuk-bentuk ketaatan sebagai sebab datangnya ampunan Allah.
Dan yang dapat membuat Allah mengampuni kesalahan-kesalahan adalah musibah. Karena tidaklah seorang mukmin ditimpa musibah berupa bencana, gangguan, kesulitan, meskipun hanya berupa tusukan duri kecuali pasti jadikan hal itu sebagai kafarah atas dosa-dosanya. Musibah dapat berupa luputnya sesuatu yang disukai atau juga berupa mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, baik berupa pada jasad maupun pada hati, atau juga pada harta, baik yang eksternal maupun internal. Namun musibah itu bukanlah perbuatan hamba, oleh karena itu Nabi memerintahkan hal-hal yang berupa perbuatan hamba, yaitu menebus kejelekan dengan kebaikan.
Kemudian, setelah Nabi menyebutkan haq Allah dalam wasiat taqwa yang mencakup aqidah, amal batin dan amal zhahir, beliau menyebutkan:
وخالق الناس بخلق حسن
“Bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik”
Yang paling pertama dari akhlak yang baik adalah anda tidak mengganggu orang lain dalam bentuk apapun, dan engkau pun terjaga dari gangguan dan kejelekan mereka. Setelah itu anda bermuamalah dengan mereka dengan perkataan dan perbuatan yang baik.
Lalu bentuk akhlak baik yang lebih khusus lagi adalah lemah lembut kepada orang lain, sabar terhadap gangguan mereka, tidak bosan terhadap mereka, memasang wajah yang cerah, tutur kata yang lembut, perkataan yang indah dan enak didengar lawan bicara, memberikan rasa bahagia kepada lawan bicara, yang dapat menghilangkan rasa kesepian dan kekakuan. Dan baik juga bila sesekali bercanda jika memang ada maslahah-nya, namun tidak semestinya terlalu sering melakukannya. Karena candaan dalam obrolan itu bagai garam dalam makanan, kalau kurang atau kelebihan akan jadi tercela. Termasuk akhlak yang baik juga, bermuamalah dengan orang lain sesuai yang layak baginya, dan cocok dengan keadaannya, yaitu apakah ia orang kecil, orang besar, orang pandai, orang bodoh, orang yang paham agama atau orang awam agama.
Maka, orang yang bertaqwa kepada Allah, dan menunaikan apa yang menjadi hak Allah. Lalu berakhlak kepada orang lain yang berbeda-beda tingkatannya itu dengan akhlak yang baik. Maka ia akan mendapatkan semua kebaikan. Karena ia menunaikan hak Allah dan juga hak hamba. Dan karena ia menjadi menjadi orang yang muhsinin dalam beribadah kepada Allah dan muhsinin terhadap hamba Allah.
[Ustadz Abu Hasan]
Sumber : http://blog-rye.blogspot.com/2012/12/bertakwalah-dimanapun-kau-berada.html#ixzz2JtkF1FaY